Senin, 03 Juni 2013

Kritik Terhadap Sistem Pendidikan Nasional

KRITIK TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh: Mu’arif Nur Rizqi

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia mengatur seluruh hal tentang pendidikan di Indonesia, termasuk permasalahan-permasalahan di dalamnya harus diselesaikan dengan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional tersebut. Pada kenyataannya, Sistem Pendidikan Nasional ini tidak cukup mampu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Perlu diketahui, Sistem Pendidikan Nasional merupakan warisan dari Sistem pendidikan yang dirancang oleh Belanda untuk warga pribumi di Indonesia beberapa abad lalu. Pendidikan tersebut terbatas pada menulis, membaca, dan berhitung. Hal ini tanpa alasan, karena tujuan mereka hanya ingin menempatkan rakyat sebagai buruh-buruh kasar. Dan inilah yang diterapkan kini di Indonesia, perbedaannya jika dahulu rakyat diberikan pendidikan untuk menjadi pegawai rendahan bahkan seorang buruh kasar sedangkan sekarang pendidikan yang diberikan seakan-akan hanyalah ilmu untuk pengisi kurikulum dan mengejar nilai akademis atau gelar lalu mencari kerja dan dapat penghasilan. Terlepas dari semua itu, seharusnya sistem pendidikan dapat menstimulasi peserta didik untuk dapat berpikir sebagai mental penjajah bukan sebagai mental orang yang terjajah.
Dalam UU No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa “visi pendidikan nasional adalah memberdayakan semua warga negara Indonesia, sehingga dapat berkembang menjadi manusia berkualitas yang mampu bersaing dan sekaligus bersanding dalam menjawab tantangan zaman”. Pada kenyataannya pendidikan yang tidak merata, praktek KKN dalam CPNS masih terjadi. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab atas karut marutnya fenomena ini? Apakah kepada sistem atau oknum yang menerapkan sistem?
Selain itu, pemerintah telah memberikan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN maupun APBD untuk kelancaran pendidikan hal ini terjadi ketimpangan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah , dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah. Ketimpangan yang terjadi adalah ketimpangan antara anggaran yang diperuntukkan kepada pemerintah provinsi dan anggaran pendidikan untuk wilayah kabupaten. Setidaknya, kabupaten akan kewalahan untuk masalah pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan awal.
Disebutkan pula dalam Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik yang menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Namun, dalam praktek atau pelaksanaannya bertolak belakang dengan tujuan tersebut, dimana pendidikan agama di setiap sekolah hanya beberapa jam saja setiap minggunya begitu pula di Perguruan Tinggi, mata kuliah agama yang tidak berpengaruh terhadap watak dan akhlak mahasiswa (kecuali bagi mereka yang sadar secara individualis dengan aktif di organisasi-organisasi keislaman).
Terlepas dari semua kenyataan yang memilukan tersebut, kami sebagai peserta didik yang menjadi objek langsung dari Sistem Pendidikan Nasional ini mengharapkan bahwa pendidikan seharusnya dapat menstimulasi peserta didik untuk dapat berpikir sebagai mental penjajah bukan sebagai mental orang yang terjajah (bukan arti yang sebenarnya.

Sumber Bacaan