Sabtu, 31 Januari 2015

BUKAN JURUSAN UNGGULAN, MENGAPA HARUS MINDER?

BUKAN JURUSAN UNGGULAN, MENGAPA HARUS MINDER?

(Oleh: Mu’arif Nur Rizqi)

Miris rasanya ketika beberapa rekan satu jurusan yang menyembunyikan identitas jurusannya karena minder dengan jurusannya yang tidak termasuk unggulan. Bahkan, sempat ada seorang rekan yang ketika bertemu dengan teman semasa SMAnya mengatakan bahwa dia mengambil jurusan B padahal dia jurusan A. Saya bisa paham ketika rasa minder itu terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Maka, sebisa mungkin sebelum masuk di perguruan tinggi ada perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Masa-masa menjelang kelulusan SMA dan masuk perguruan tinggi saya akui adalah saat-saat yang krisis. Kita akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Termasuk pilihan atau keinginan dari orangtua. Bukan sebuah masalah ketika orangtua memberikan kebebasan pada kita. Maka dari itu, ketika SMA kita sudah harus mengetahui passion atau minat kita itu apa. Lalu ketahui kekurangan dan kelebihan kita, sehingga akan terbentuklah usaha-usaha kita yang akan mengerucut pada cita-cita kita dan juga berlaku pada pemilihan jurusan ketika hendak masuk di perguruan tinggi.
Sebelum menempuh pendidikan di perguruan tinggi, para calon mahasiswa (i) akan dihadapkan pada proses seleksi masuk yang ketat. Apalagi jika kampus atau jurusan yang dipilihnya termasuk unggulan atau bisa dikatakan “high class” dibanding yang lain, tentunya proses dalam rangka persiapan untuk menghadapinya cenderung lebih matang demi hasil yang maksimal dan dapat masuk di perguruan tinggi atau jurusan di pilihan pertama. Sangat beruntung tatkala dinyatakan lulus sesuai dengan pilihan pertama ataupun lulus di pilihan ke dua yang memang juga masih tergolong unggulan dan calon mahasiswa tersebut juga memiliki minat dan ketertarikan yang besar pada pilihan ke duanya tersebut.
Nah, problema terjadi ketika si calon mahasiswa lulus pada jurusan ke dua yang tidak ada sedikit pun bayangan tentang jurusan tersebut dan cenderung menyesali hasil tersebut, padahal jelas-jelas dia sendiri yang memilihnya. Namun karena pada dasarnya sebelumnya dia hanya serius pada pilihan pertamanya saja sehingga pilihan ke dua terkesan “asal tembak” dan memilih jurusan yang pamornya di bawah pilihan pertama, maka dimulailah episode pertama kehidupan si mahasiswa baru yang minder dengan jurusannya yang bukan unggulan.
Sangat disayangkan, bagi mereka yang masih saja menyesali jurusan yang dipilihnya di saat sudah memasuki semester tinggi. Karena hanya akan membuang-buang waktu, biaya dan tenaga saja. Maka langkah yang baik adalah salah satunya ialah integrasi atau pindah ke jurusan yang diminati (selama linear dengan jurusan sebelumnya). Namun langkah yang lebih baik adalah segera bangkit dan mulailah untuk mencintai jurusanmu sekarang.
Masalah selanjutnya terjadi, paradigma berpikir sebagian mahasiswa selalu berputar pada “Mau kerja apa saya setelah kuliah?” padahal jika memang kita cinta dengan jurusan yang kita pilih akan timbul suatu usaha untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan passion dan jurusan kita semasa kuliah.
Contoh yang terjadi pada jurusan saya yaitu pendidikan sejarah, tentu prospek kerjanya tidak akan jauh-jauh dari profesi sebagai guru sejarah. Apakah hanya sebagai guru sejarah saja? Tentu tidak. Pandangan umum yang berkembang, belajar sejarah selalu identik dengan hafalan tahun-tahun dan peristiwa-peristiwa yang sedemikian rumitnya. Saya katakan itu hanya berlaku pada jenjang sekolah menengah, sementara di perguruan tinggi mahasiswa sejarah dituntut untuk mengembangkan kemampuan literasinya yaitu kemampuan mengonversikan sumber-sumber sejarah menjadi tulisan sejarah yang bermutu. Jadi, profesi sebagai sejarawan, dosen sejarah, atau bahkan profesi-profesi yang secara tidak langsung menerapkan ilmu sejarah namun metode kepenulisannya yang diadopsi demi menunjang proofesi yang digelutinya, contoh budayawan, wartawan, kearsipan dan dokumentasi, kemuseuman, pustakawan, juga termasuk profesi seperti pemandu wisata sejarah. Hal tersebut juga mungkin berlaku bagi jurusan-jurusan lain di perguruan tinggi yang hari ini masih dianggap kurang diunggulkan.
Maka dari itu, unggulnya jurusan yang kita tempuh di perguruan tinggi hanyalah pelengkap saja demi menunjang aktualisasi kita sebagai mahasiswa, namun bukan berarti pada jurusan yang tidak termasuk unggulan, mahasiswanya tidak mampu mengaktualisasi dan mengembangkan kemampuannya, selama kita punya passion pada jurusan kita, usaha itu akan terus hidup demi menggapai cita-cita yang sesuai dengan minat kita baik dengan cara menghimpunkan diri ke organisasi-organisasi, ataupun dengan usaha-usaha lain. Salam Prestasi, Viva Historia!!!