BUKAN JURUSAN UNGGULAN, MENGAPA HARUS MINDER?
(Oleh: Mu’arif Nur Rizqi)
Miris
rasanya ketika beberapa rekan satu jurusan yang menyembunyikan identitas
jurusannya karena minder dengan jurusannya yang tidak termasuk unggulan.
Bahkan, sempat ada seorang rekan yang ketika bertemu dengan teman semasa SMAnya
mengatakan bahwa dia mengambil jurusan B padahal dia jurusan A. Saya bisa paham
ketika rasa minder itu terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Maka, sebisa mungkin sebelum masuk di perguruan tinggi ada
perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Masa-masa
menjelang kelulusan SMA dan masuk perguruan tinggi saya akui adalah saat-saat
yang krisis. Kita akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Termasuk pilihan atau
keinginan dari orangtua. Bukan sebuah masalah ketika orangtua memberikan
kebebasan pada kita. Maka dari itu, ketika SMA kita sudah harus mengetahui
passion atau minat kita itu apa. Lalu ketahui kekurangan dan kelebihan kita,
sehingga akan terbentuklah usaha-usaha kita yang akan mengerucut pada cita-cita
kita dan juga berlaku pada pemilihan jurusan ketika hendak masuk di perguruan
tinggi.
Sebelum
menempuh pendidikan di perguruan tinggi, para calon mahasiswa (i) akan
dihadapkan pada proses seleksi masuk yang ketat. Apalagi jika kampus atau
jurusan yang dipilihnya termasuk unggulan atau bisa dikatakan “high class” dibanding yang lain,
tentunya proses dalam rangka persiapan untuk menghadapinya cenderung lebih
matang demi hasil yang maksimal dan dapat masuk di perguruan tinggi atau
jurusan di pilihan pertama. Sangat beruntung tatkala dinyatakan lulus sesuai
dengan pilihan pertama ataupun lulus di pilihan ke dua yang memang juga masih
tergolong unggulan dan calon mahasiswa tersebut juga memiliki minat dan
ketertarikan yang besar pada pilihan ke duanya tersebut.
Nah,
problema terjadi ketika si calon mahasiswa lulus pada jurusan ke dua yang tidak
ada sedikit pun bayangan tentang jurusan tersebut dan cenderung menyesali hasil
tersebut, padahal jelas-jelas dia sendiri yang memilihnya. Namun karena pada
dasarnya sebelumnya dia hanya serius pada pilihan pertamanya saja sehingga
pilihan ke dua terkesan “asal tembak”
dan memilih jurusan yang pamornya di bawah pilihan pertama, maka dimulailah
episode pertama kehidupan si mahasiswa baru yang minder dengan jurusannya yang
bukan unggulan.
Sangat
disayangkan, bagi mereka yang masih saja menyesali jurusan yang dipilihnya di
saat sudah memasuki semester tinggi. Karena hanya akan membuang-buang waktu,
biaya dan tenaga saja. Maka langkah yang baik adalah salah satunya ialah integrasi
atau pindah ke jurusan yang diminati (selama linear dengan jurusan sebelumnya).
Namun langkah yang lebih baik adalah segera bangkit dan mulailah untuk
mencintai jurusanmu sekarang.
Masalah
selanjutnya terjadi, paradigma berpikir sebagian mahasiswa selalu berputar pada
“Mau kerja apa saya setelah kuliah?” padahal jika memang kita cinta dengan
jurusan yang kita pilih akan timbul suatu usaha untuk memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan passion dan jurusan kita semasa kuliah.
Contoh
yang terjadi pada jurusan saya yaitu pendidikan sejarah, tentu prospek kerjanya
tidak akan jauh-jauh dari profesi sebagai guru sejarah. Apakah hanya sebagai
guru sejarah saja? Tentu tidak. Pandangan umum yang berkembang, belajar sejarah
selalu identik dengan hafalan tahun-tahun dan peristiwa-peristiwa yang
sedemikian rumitnya. Saya katakan itu hanya berlaku pada jenjang sekolah
menengah, sementara di perguruan tinggi mahasiswa sejarah dituntut untuk
mengembangkan kemampuan literasinya yaitu kemampuan mengonversikan
sumber-sumber sejarah menjadi tulisan sejarah yang bermutu. Jadi, profesi
sebagai sejarawan, dosen sejarah, atau bahkan profesi-profesi yang secara tidak
langsung menerapkan ilmu sejarah namun metode kepenulisannya yang diadopsi demi
menunjang proofesi yang digelutinya, contoh budayawan, wartawan, kearsipan dan
dokumentasi, kemuseuman, pustakawan, juga termasuk profesi seperti pemandu
wisata sejarah. Hal tersebut juga mungkin berlaku bagi jurusan-jurusan lain di
perguruan tinggi yang hari ini masih dianggap kurang diunggulkan.
Maka
dari itu, unggulnya jurusan yang kita tempuh di perguruan tinggi hanyalah
pelengkap saja demi menunjang aktualisasi kita sebagai mahasiswa, namun bukan
berarti pada jurusan yang tidak termasuk unggulan, mahasiswanya tidak mampu
mengaktualisasi dan mengembangkan kemampuannya, selama kita punya passion pada
jurusan kita, usaha itu akan terus hidup demi menggapai cita-cita yang sesuai
dengan minat kita baik dengan cara menghimpunkan diri ke organisasi-organisasi,
ataupun dengan usaha-usaha lain. Salam Prestasi, Viva Historia!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar