Senin, 23 September 2013

PARTAI SARIKAT ISLAM INDONESIA

PARTAI SARIKAT ISLAM INDONESIA


A.    Asal mula PSII
Semula partai ini berturut-turut bernama :
1.      Serikat Dagang Islam (1911)
2.      Serikat Islam (1912)
3.      Sentral serikat Islam (1915)
4.      Partai Serikat Islam (1915)
5.      Partai Serikat Islam Indonesia (1912)
Ide mendirikan Serikat Dagang Islam dipelopori oleh Haji Samanhudi, seorang saudagar batik di Lawena, Solo. Ide ini timbul karena adanya tekanan-tekanan dan permainan dari pedagang-pedagang Cina yang pada masa Pemerintahan Hindia Belanda mendapat kedudukan sebagai pedagang golongan menengah dan kebanyakan dari mereka merupakan  Leveransir, dan bahan-bahan yang diperlukan membuat batik. Misalnya, kain putih, alat mencat, dan lilin. Oleh pedagang-pedagang Bangsa Indonesia permainan pedagang-pedagang cina tersebut dirasakan sangat merugikan mereka dan kurang adil, maka untuk mempekuat diri dan untuk melawan pedagang-pedagang cina, oleh Haji Samahudi dan kawan-kawannya didirikanlah suatu perkumpulan yang diberi nama Serikat Dagang Islam dengan:
1.      Dasar agama ialah Agama Islam
2.      Dasar ekonomi
Jadi mula-mula Serikat Dagang Islam bergerak di bidang ekonomi dengan dasar islam. Setahun kemudian Haji Samanhudi meminta pertolongan kepada seorang pemuda pelajar  Indonesia, seorang pegawai pada sebuah perusahaan dagang di Surabaya, yaitu pemuda Umar  Said Tjokroaminoto untuk menyusun Anggaran Dasar Sarikat Islam. Atas nasihat pemuda Umar Said Tjokroaminoto, disarankan agar gerakan Sarikat Dagang Islam tidak saja pada golongan pedagang, akan tetapi lebih diperluas lagi yakni meliputi seluruh kegiatan dalam masyarakat dan meliputi seluruh golongan dalam masyarakat. Dengan demikian dalam anggaran dasar yang dibuat dengan akta notaris pada tanggal 10 September 2012 kata “Dagang” dihapuskan , sehingga nama Serikat Dagang Islam menjadi Serikat Islam (SI) dengan dasar atau tujuan :
1.      Memajukan perdagangan
2.      Memberikan pertolongan pada angota-anggota yang mengalami kesukaran
3.      Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli
4.      Memajukan kehidupan agama islam
Perkumpulan sarikat islam sangat berbeda dengan budi utomo. Jika anggota budi utomo hanya terdiri dari golongan priyayi dan masih terbatas pada suku Jawa dan Madura, maka sarikat islam terbuka untuk semua  lapisan masyarakat. Dan untuk semua golongan bangsa indonesia asli dan tertuju pada pembentukan suatu natie yang merdeka, sehingga dengan dermikian Sarikat Islam ini sangat popular di kalangan masyarakat. Hal ini mengakibatkan timbulnya kekhawatiran akan pengaruh sarikat islam yang dapat menyebabkan merosotnya kewibawaan (gezag) alat-alat pemerintahan, terutama pada pamong praja. Berdasarkan kekhawatiran itu, maka permintaan pengurus Sarikat Islam untuk diakui sebagai suatu badan hukum (rechts-persoon) ditolak oleh gubernur jendral dalam keputusannya tertanggal 30 juni 1913.
Dalam keputusan gubernur jendral tersebut ditegaskan bahwa yang ditolak itu adalah perkumpulan sarikat islam seluruhnya. Perkumpulan sarikat islam yang berdiri sendiri-sendiri sebagai cabang akan dapat diterima sebagai suatu badan. Ini sesuai pula dengan politik pemerintah politik hindia-belanda yang lazim kita sebut politik “memecah dan memerintah”, politik verdeel heers (divide et impera) sesuai dengan kesanggupan dari pemerintah hindia-belanda itu (cabang-cabang sarikat islam sebagai satu badan hukum sendiri). Maka pada tahun 1914 ada 56 perkumpulan lokal (cabang). Sarikat islam telah diakui sebagai rechts-person. Oleh pengurus sarikat islam kesempatan ini digunakan untuk meminta pengakuan sebagai badan hukum bagi pusat sarikat boslam yang diberi Nama sentral sarikat islam ini. Permintaan ini dikabulkan oleh pemerintah hindia-belanda besluit tanggal 18 maret 1916, dengan pengertian bahwa anggota-anggotanya bukan orang per-orang, akan tetapi terdiri dari sarikat islam lokal, pengurus pertama sentral sarikat islam terdiri dari:
Ketua : Umar Said Tjokroaminoto.
Wakil ketua : Abdul Muis dan Haji Gunawan.

Sebagai penghargaan kepada Haji Samanhudi di dalam sentral sarikat islam, beliau diangkat sebagai Ketua Kehormatan. Sarikat Islam di bawah pemimpinanya terus-menerus mengadakan pembinaan, pengorganisasian yang dapat dibanggakan, sehingga dalam waktu yang sangat singkat  yaitu pada tahun 1918, pada kongresnya yang ke-3 dihadiri oleh 87 Sarikat Islam lokal dari seluruh pelosok  Indonesia yang mewakili 450.000 orang anggota. Pada tahun 1919 propaganda Sarikat Islam diperhebat dengan sasaran utama kapital asing, sehingga dengan demikian sarikat islam mendapat tempat di hati rakyat yang sudah lama menderita dengan adanya bermacam-macam pemerasan, penindasan dari pihak  pemerintah hindia belanda sendiri serta pedagang asing dan kaum penanam modal di Indonesia mendapat izin istimewa dari pemerintah hindia-belanda sejak adanya opendeur-politiek  (1905).
Akibat propaganda Pemimpin Sarikat islam yang berani itu, timbullah perlawanan dengan kekerasan dari anggota Sarikat Islam masing-masing.
1)      Pada tanggal 5 juni 1915 di Toli-Toli, Sulawesi Tengah yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang CONTROLEUR  dan beberapa pegawai negeri dari Binenlands-bstuur.
2)      Pada tanggal 5 juli di desa Cimareme, Garut yang terkenal dengan nama Drama Cimareme
Sarikat Islam sejak didirikan dalam asas perjuangan politiknya adalah menuju Kemerdekaan Nasional atas dasar Agama Islam. Akan tetapi seperti di atas baru dinyatakan dengan tegas pada tahun 1927, dalam Kongresnya yang-3 pada bulan Januari 1927, justru pada masa Hindia-Belanda sedang mengadakan penangkapan secara besar-besaran dan membubarkan PKI akibat adanya perlawanan Nasional. Sebelum tahun 1927 Sarikat Islam hanya memakai kata untuk mencapai Pemerintahan sendiri (zelf bestuur), ini disesuaikan dengan keadaan dan kekejaman Pemerintah Kolonial serta keberanian para pemimpin Nasional kita. Sarikat Islam dalam taktik, strategi dan perjuangan untuk mencapai tujuannya kadang-kadang bersikap nonkooperatif dengan pemerintah Hindia-Belanda, akan tetapi pada tahun 1925 PSI kembali dalam koongresnya di Yogyakarta menegaskan bahwa PSI sebagai perkumpulan atau partai tidak mengadakan kerja sama (noncooperation) dengan Pemerintah Hindia-Belanda. Tetapi para anggotanya sebagai perseorangan diberi kebebasan menjadi anggota perwakilan atas namanya sendiri, tidak atas nama Partai Serikat Islam.

B. SARIKAT ISLAM yang menjadi rebutan pengaruh
Sesudah Sarikat Islam, berturut-turut berdiri Indische Partij (1912) di bawah pimpinan tiga serangkai:
1.Dr. E. F. Douwes Dekker (Setia Budi)
2.Dr. Tjipto Mangunkusumo
3.Swardi Surjaningirat atau Ki Hajar Dewantara
Partai ini bertujuan Indie Merdeka. Semboyannya adalah Indie untuk Indiers. Keanggotaan dalam Partij ini adalah semua Bangsa Indonesia, keturunan asing (peranakan) yang lahir di Indonesia dan Bangsa Eropa  yang bermaksud terus tinggal di Indonesia.
Kemudian dalam tahun 1913 didirikan Partij/Perkumpulan yang bernama Indische social Demokratische Freneging (insdv). Oleh Sneevliet, Brandsteder dan Dekker dari golongan bangsa Belanda dan Semua dari golongan Bangsa Indonesia yang kemudian pada tahun 1920 menjadi Partai Komunis India. Kata Indonesia belum berani dipakai pada waktu itu. Kedua partai atau perkumpulan ini tidak begitu mendapat sambutan yang baik dari rakyat umum (Rakyat jelata). Untuk mendekati rakyat, mereka mencoba mendekati Sarikat Islam. Akan tetapi juga pada akhirnya Indische Partij ini tidak mendapat tempat di hati pengikut Sarikat islam jika dibandingkan dengan Indische Sociaal Demokratische Pereniging. Penyusupan ini dimungkinkan karena belum adannya disiplin partai.
Untuk penyusupan ini oleh ISDV dalam usahanya memperoleh pengaruh diadakan pembagian tugas sebagai berikut :
1.      Untuk mendekati serdadu Bangsa Belanda dilakukan oleh Seneevliet
2.      Untuk mendekati serdadu  Angkatan Laut Belanda ditangani oleh Brandstender.
3.      Untuk mendekati pegawau-pegawai Negeri Bangsa Belanda bagian Sipil dijalankan oleh Ir Baars dan van Burink.
4.      Untuk mendekati Bangsa Indonesia, Semaun memasuki  Sarikat Islam yang kemudian disusul oleh  Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodiredjo.

Semaun adalah Wakil Ketua Sarikat Islam cabang Surabaya pada tahun 1916, dan pada tahun 1917 sebagai pemimpin (ketua) baru Sarikat Islam cabang Semarang serta pada tahun 1918 menjadi Komisaris Menjadi Pengurus Besar Sarikat Islam di Semarang. Pada tahun 1917, yaitu pada Kongres Sarikat Islam yang ke-2 di Jakarta mulai nampak aliran baru dalam tubuh Sarikat Islam yaitu yang menanamkan dirinya revolusioner Sosialistis yang di bawakan oleh pemuda Semaun (19 tahun) ketua Sarikat Islam cabang semarang. Ia mulai melakukan kritik-kritik yang pedas pada pemerintah Hindia-Belanda.  Akan tetapi Sarikat Islam masih tetap menempuh jalan legal yaitu secara parlementer, meskipun harus diakui  bahwa sudah masuk pengaruh revolusioner sosialistis dalam tubuh Sarikat Islam sehingga dapatlah dirumuskan sebagai berikut:
1.      Sarikat Islam dalam asas perjuangan politiknya menuju pemerintahan sendiri (zelf-bestuur). Kata merdeka belum berani digunakan.
2.      Perjuangan menentang penjajahan oleh kapitalisme yang jahat. (inilah pengaruh aliran revolusioner relistis).
Pengaruh semaun makin hari makin besar dalam tubuh Sarikat Islam sehingga pada Kongres Ssarikat Islam yang ke-3 pada tahun 1918 ditegaskan dalam kongres bahwa:
“Pertentangan yang besar tidak hanya mengenai pertentangan antara kaum penjajah kontra kaum yang dijajah saja, akan tetapi juga ditegaskan bahwa di Hindia-Belanda pertentangan yang besar juga terdapat antara Kapitalis kontra kaum buruh”.
Sebagai akibat dari penegasan ini, Sarikat Islam mulai mengorganisasikan kaum buruh Sarikat Sekerja pada tahun 1919, yaitu pada kongresnya yang ke-4 diputuskan untuk membentuk dengan aktif Sarikat Sekerja dan pimpinanya diserahkan pada Sosrokardono, sekretaris I Sentral Sarikat Islam. Kongres ke-4 Sarikat Islam ini sangat lesu akibat adanya dua peristiwa perlawanan nasional dari anggota Sarikat Islam, masing-masing di Toli-Toli dan di Cimareme Garut pada tahun 1919. Untunglah pada Kongres ini tamu setia budi (DR. Douwes Dekker) memberikan prasarannya dan dalam prasaran itu di ingatkan pada kongres :
“Jangan menekankan pertentangan ekonomi antar kelas, tetapi hendaklah lebih dahulu ditekankan pertentangan antar bangsa, teristimewa antar bangsa yang dijajah dan bangsa yang menjajah.”
Prasaran Ini merupakan suatu injeksi yang bermanfaat bagi sarikat islam, tetapi pengaruh golongan semaun teristimewa pada sarikat sekerja mulai terasa sehingga mengakibatkan perpecahan menjadi dua macam serikat sekerja yaitu :
1.      Vakcentraal, yang menamakan dirinya Revolusioner  Vakcentral yang berkedudukan di semarang dipimpin oleh semaun dan bergsama
2.      Vakcentral, yang berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh Surjopranoto dan Haji Agus Salim.
Perpecahan tersebut tidak saja pada Sarikat-Sarikat Sekerja, tetapi juga dirasakan dalam tubuh sentral Sarikat islam dengan adanya kritik yang sangat pedas dari Semaun dalam Kongres ke-5 Sarikat islam pada tahun 1921. Perpecahan dapat diatasi dengan kebijaksanaan kongres semacam kompromi dari aliran yang terdapat dalam tubuh Sentral Sarikat Islam dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.      Aliran Nasional-keagamaan  yang diwakili golongan Tjokroaminoto
2.      Aliran ekonomis-dokmatis diwakili oleh golongan Semaun.
Kedua aliran ini dapat di simpulkan dalam suatu perumusan sebagai berikut :
“Bahwa sarikat islam menentang kapitalisme sebagai sebab penjajahan”. Tetapi bagaimana pun juga, kedua aliran itu tidak dapat hidup dalam suatu organisasi  karena tujuannya memang berbeda, sehingga dengan demikian pada akhir tahun 1921 diadakan Kongres yang Ke-6 dan kongres memutuskan adanya party disiplin. Akibat adanya party disiplin ini, Semaun Dikeluarkan dari Sarikat Islam karena dia tetap memilih PKI dengan demikian pula pergerakan politik di Indonesia pecah menjadi dua aliran besar sebagai berikut:
1.      Yang berdasarkan kebangsaan-keagamaan berpusat di Yogykarta.
2.      Yang berasaskan Komunisme, berpusat di Semarang.
Pada bulam maret 1923 Sarikat islam mengadakan kongresnya yang ke-7 di Madiun yang mengambil keputusan antara lain tetap mempertahankan parti disiplin. Akibatnya sebulan kemudian PKI mengadakan kongresnya di Bandung dengan mengambil keputusan bahwa semua Sarikat Islam Lokal yang terang merah (berhaluan komunis) diproklamasikan sebagai cababang PKI dan diberi nama sarikat rakyat.
Setelah PKI dapat dipatahkan penyusupannya ke dalam tubuh Sarikat islam itu dengan party disiplin, maka tumbuh satu aliran baru lagi, dengan nama Pan islamisme yang dipimpin oleh Haji Agus Salim. Tidak saja itu tetapi kemudian timbul lagi pertentangan dalam tubuh partai Sarikat Islam Indonesia antar golongan Tjokroaminato-Agus Salim dengan golongan Dr. Sukiman-Surjopranoto.
Pertentangan ini sebenarnya hanya pada tekanan tujuanya. Bila golongan  Tjokroaminoto-Salim lebih menekankan atas keagamaan, maka golongan Sukiman-sorjopranoto lebuh menekankan atas kebangsaan. Konflik ini menjadi sangat hebat dan mengakibatkan Dr Sukiman-surjprnoto dan kawannya dipecat dari PSII. Dokter sukiman dan kawannya mendirikan partai baru dengan nama Partai Islam Indonesia, disingkat PARII pada bulan juli 1932. Pertentangan ini akhirnya oleh kedua belah pihak disadari bahwa hanya melemahkan golongan islam saja, maka pada tahun 1937 pemecahan Dr Sukirman dicabut dan mereka bersatu kembali dalam partai Sarikat Islam. Akan tetapi kedua golongan islam ini  yang menitikberatkan asasnya masing-masing rupanya tidak dapat dipertemukan. Lagipula golongan Dr. Sukirman sama sekali tidak mendapat tempat dalam PSII, sebagaimana diharapkannya. Akibatnya pada tahun 1933 Dr. Sukiman yang diikuti oleh kawannya ,antara lain Wiwoho, Kasman Singodimedjo, Farid Makruf, Abd. Kahar Muzakir dan K.H Mansyur keluar dari PSII dan kembali mendirikan Partai Islam Indonesia (PARII) yang dinyatakan berhaluan Kooperatif. Kemudian pada tahun 1940 terjadi lagi perpecahan dalam tubuh PSII yaitu dengan keluarnya Kartosuwirjo pada tahun 1940 dengan kawannya dan mendirikan partai baru dan tetap memakai nama Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Maka terdapat dua PSII, masing-masing sebagai pimpinan gerakan Darul Islam pada zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Sampai Tentara Jepang mendarat di Indonesia PSII pecah menjadi tiga. Yakni sebagai berikut :

1.      PSII - Abikusno Tjokroaminoto.
2.      PSII – Kartosuwirjo.

3.      Partai Islam Indonesia dengan singkatan PII atau PARII dibawah pimpinan Dr sukiman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar