PARTAI SARIKAT ISLAM INDONESIA
A.
Asal
mula PSII
Semula partai ini berturut-turut bernama :
1. Serikat
Dagang Islam (1911)
2. Serikat
Islam (1912)
3. Sentral
serikat Islam (1915)
4. Partai
Serikat Islam (1915)
5. Partai
Serikat Islam Indonesia (1912)
Ide mendirikan Serikat Dagang Islam dipelopori oleh Haji
Samanhudi, seorang saudagar batik di Lawena, Solo. Ide ini timbul karena adanya
tekanan-tekanan dan permainan dari pedagang-pedagang Cina yang pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda mendapat kedudukan sebagai pedagang golongan
menengah dan kebanyakan dari mereka merupakan
Leveransir, dan bahan-bahan yang diperlukan membuat batik. Misalnya, kain
putih, alat mencat, dan lilin. Oleh pedagang-pedagang Bangsa Indonesia
permainan pedagang-pedagang cina tersebut dirasakan sangat merugikan mereka dan
kurang adil, maka untuk mempekuat diri dan untuk melawan pedagang-pedagang
cina, oleh Haji Samahudi dan kawan-kawannya didirikanlah suatu perkumpulan yang
diberi nama Serikat Dagang Islam dengan:
1. Dasar
agama ialah Agama Islam
2. Dasar
ekonomi
Jadi mula-mula Serikat Dagang Islam bergerak di
bidang ekonomi dengan dasar islam. Setahun kemudian Haji Samanhudi meminta
pertolongan kepada seorang pemuda pelajar
Indonesia, seorang pegawai pada sebuah perusahaan dagang di Surabaya,
yaitu pemuda Umar Said Tjokroaminoto
untuk menyusun Anggaran Dasar Sarikat Islam. Atas nasihat pemuda Umar Said
Tjokroaminoto, disarankan agar gerakan Sarikat Dagang Islam tidak saja pada
golongan pedagang, akan tetapi lebih diperluas lagi yakni meliputi seluruh
kegiatan dalam masyarakat dan meliputi seluruh golongan dalam masyarakat.
Dengan demikian dalam anggaran dasar yang dibuat dengan akta notaris pada
tanggal 10 September 2012 kata “Dagang” dihapuskan , sehingga nama Serikat
Dagang Islam menjadi Serikat Islam (SI) dengan dasar atau tujuan :
1. Memajukan
perdagangan
2. Memberikan
pertolongan pada angota-anggota yang mengalami kesukaran
3. Memajukan
kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli
4. Memajukan
kehidupan agama islam
Perkumpulan sarikat islam sangat berbeda dengan budi
utomo. Jika anggota budi utomo hanya terdiri dari golongan priyayi dan masih
terbatas pada suku Jawa dan Madura, maka sarikat islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Dan untuk semua golongan
bangsa indonesia asli dan tertuju pada pembentukan suatu natie yang merdeka, sehingga dengan dermikian Sarikat Islam ini
sangat popular di kalangan masyarakat. Hal ini mengakibatkan timbulnya
kekhawatiran akan pengaruh sarikat islam yang dapat menyebabkan merosotnya
kewibawaan (gezag) alat-alat pemerintahan, terutama pada pamong praja.
Berdasarkan kekhawatiran itu, maka permintaan pengurus Sarikat Islam untuk
diakui sebagai suatu badan hukum (rechts-persoon) ditolak oleh gubernur jendral
dalam keputusannya tertanggal 30 juni 1913.
Dalam keputusan gubernur jendral tersebut ditegaskan
bahwa yang ditolak itu adalah perkumpulan sarikat islam seluruhnya. Perkumpulan
sarikat islam yang berdiri sendiri-sendiri sebagai cabang akan dapat diterima
sebagai suatu badan. Ini sesuai pula dengan politik pemerintah politik
hindia-belanda yang lazim kita sebut politik “memecah dan memerintah”, politik
verdeel heers (divide et impera) sesuai dengan kesanggupan dari pemerintah
hindia-belanda itu (cabang-cabang sarikat islam sebagai satu badan hukum
sendiri). Maka pada tahun 1914 ada 56 perkumpulan lokal (cabang). Sarikat islam
telah diakui sebagai rechts-person. Oleh pengurus sarikat islam kesempatan ini
digunakan untuk meminta pengakuan sebagai badan hukum bagi pusat sarikat boslam
yang diberi Nama sentral sarikat islam ini. Permintaan ini dikabulkan oleh pemerintah
hindia-belanda besluit tanggal 18 maret 1916, dengan pengertian bahwa anggota-anggotanya
bukan orang per-orang, akan tetapi terdiri dari sarikat islam lokal, pengurus
pertama sentral sarikat islam terdiri dari:
Ketua : Umar Said Tjokroaminoto.
Wakil ketua : Abdul Muis dan Haji
Gunawan.
Sebagai penghargaan kepada Haji Samanhudi di dalam sentral
sarikat islam, beliau diangkat sebagai Ketua Kehormatan. Sarikat Islam di bawah
pemimpinanya terus-menerus mengadakan pembinaan, pengorganisasian yang dapat
dibanggakan, sehingga dalam waktu yang sangat singkat yaitu pada tahun 1918, pada kongresnya yang
ke-3 dihadiri oleh 87 Sarikat Islam lokal dari seluruh pelosok Indonesia yang mewakili 450.000 orang
anggota. Pada tahun 1919 propaganda Sarikat Islam diperhebat dengan sasaran
utama kapital asing, sehingga dengan demikian sarikat islam mendapat tempat di
hati rakyat yang sudah lama menderita dengan adanya bermacam-macam pemerasan,
penindasan dari pihak pemerintah hindia
belanda sendiri serta pedagang asing dan kaum penanam modal di Indonesia
mendapat izin istimewa dari pemerintah hindia-belanda sejak adanya opendeur-politiek (1905).
Akibat propaganda Pemimpin Sarikat islam yang berani
itu, timbullah perlawanan dengan kekerasan dari anggota Sarikat Islam
masing-masing.
1) Pada
tanggal 5 juni 1915 di Toli-Toli, Sulawesi Tengah yang mengakibatkan terbunuhnya
seseorang CONTROLEUR dan beberapa
pegawai negeri dari Binenlands-bstuur.
2) Pada
tanggal 5 juli di desa Cimareme, Garut yang terkenal dengan nama Drama Cimareme
Sarikat Islam sejak didirikan dalam asas perjuangan
politiknya adalah menuju Kemerdekaan Nasional atas dasar Agama Islam. Akan
tetapi seperti di atas baru dinyatakan dengan tegas pada tahun 1927, dalam
Kongresnya yang-3 pada bulan Januari 1927, justru pada masa Hindia-Belanda
sedang mengadakan penangkapan secara besar-besaran dan membubarkan PKI akibat
adanya perlawanan Nasional. Sebelum tahun 1927 Sarikat Islam hanya memakai kata
untuk mencapai Pemerintahan sendiri (zelf bestuur), ini disesuaikan dengan
keadaan dan kekejaman Pemerintah Kolonial serta keberanian para pemimpin
Nasional kita. Sarikat Islam dalam taktik, strategi dan perjuangan untuk
mencapai tujuannya kadang-kadang bersikap nonkooperatif dengan pemerintah
Hindia-Belanda, akan tetapi pada tahun 1925 PSI kembali dalam koongresnya di
Yogyakarta menegaskan bahwa PSI sebagai perkumpulan atau partai tidak
mengadakan kerja sama (noncooperation) dengan Pemerintah Hindia-Belanda. Tetapi
para anggotanya sebagai perseorangan diberi kebebasan menjadi anggota
perwakilan atas namanya sendiri, tidak atas nama Partai Serikat Islam.
B. SARIKAT ISLAM yang
menjadi rebutan pengaruh
Sesudah Sarikat Islam, berturut-turut berdiri
Indische Partij (1912) di bawah pimpinan tiga serangkai:
1.Dr. E. F. Douwes Dekker (Setia
Budi)
2.Dr. Tjipto Mangunkusumo
3.Swardi Surjaningirat atau Ki
Hajar Dewantara
Partai ini bertujuan Indie Merdeka.
Semboyannya adalah Indie untuk Indiers. Keanggotaan dalam Partij ini adalah
semua Bangsa Indonesia, keturunan asing (peranakan) yang lahir di Indonesia dan
Bangsa Eropa yang bermaksud terus
tinggal di Indonesia.
Kemudian dalam tahun 1913 didirikan
Partij/Perkumpulan yang bernama Indische social Demokratische Freneging
(insdv). Oleh Sneevliet, Brandsteder dan Dekker dari golongan bangsa Belanda
dan Semua dari golongan Bangsa Indonesia yang kemudian pada tahun 1920 menjadi
Partai Komunis India. Kata Indonesia belum berani dipakai pada waktu itu. Kedua
partai atau perkumpulan ini tidak begitu mendapat sambutan yang baik dari
rakyat umum (Rakyat jelata). Untuk mendekati rakyat, mereka mencoba mendekati
Sarikat Islam. Akan tetapi juga pada akhirnya Indische Partij ini tidak
mendapat tempat di hati pengikut Sarikat islam jika dibandingkan dengan
Indische Sociaal Demokratische Pereniging. Penyusupan ini dimungkinkan karena
belum adannya disiplin partai.
Untuk penyusupan ini oleh ISDV
dalam usahanya memperoleh pengaruh diadakan pembagian tugas sebagai berikut :
1. Untuk
mendekati serdadu Bangsa Belanda dilakukan oleh Seneevliet
2. Untuk
mendekati serdadu Angkatan Laut Belanda
ditangani oleh Brandstender.
3. Untuk
mendekati pegawau-pegawai Negeri Bangsa Belanda bagian Sipil dijalankan oleh Ir
Baars dan van Burink.
4. Untuk
mendekati Bangsa Indonesia, Semaun memasuki
Sarikat Islam yang kemudian disusul oleh
Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodiredjo.
Semaun adalah Wakil Ketua Sarikat
Islam cabang Surabaya pada tahun 1916, dan pada tahun 1917 sebagai pemimpin
(ketua) baru Sarikat Islam cabang Semarang serta pada tahun 1918 menjadi
Komisaris Menjadi Pengurus Besar Sarikat Islam di Semarang. Pada tahun 1917,
yaitu pada Kongres Sarikat Islam yang ke-2 di Jakarta mulai nampak aliran baru
dalam tubuh Sarikat Islam yaitu yang menanamkan dirinya revolusioner
Sosialistis yang di bawakan oleh pemuda Semaun (19 tahun) ketua Sarikat Islam
cabang semarang. Ia mulai melakukan kritik-kritik yang pedas pada pemerintah
Hindia-Belanda. Akan tetapi Sarikat
Islam masih tetap menempuh jalan legal yaitu secara parlementer, meskipun harus
diakui bahwa sudah masuk pengaruh revolusioner
sosialistis dalam tubuh Sarikat Islam sehingga dapatlah dirumuskan sebagai
berikut:
1. Sarikat
Islam dalam asas perjuangan politiknya menuju pemerintahan sendiri
(zelf-bestuur). Kata merdeka belum berani digunakan.
2. Perjuangan
menentang penjajahan oleh kapitalisme yang jahat. (inilah pengaruh aliran
revolusioner relistis).
Pengaruh semaun makin hari makin
besar dalam tubuh Sarikat Islam sehingga pada Kongres Ssarikat Islam yang ke-3
pada tahun 1918 ditegaskan dalam kongres bahwa:
“Pertentangan yang besar tidak hanya mengenai
pertentangan antara kaum penjajah kontra kaum yang dijajah saja, akan tetapi
juga ditegaskan bahwa di Hindia-Belanda pertentangan yang besar juga terdapat
antara Kapitalis kontra kaum buruh”.
Sebagai akibat dari penegasan ini,
Sarikat Islam mulai mengorganisasikan kaum buruh Sarikat Sekerja pada tahun
1919, yaitu pada kongresnya yang ke-4 diputuskan untuk membentuk dengan aktif
Sarikat Sekerja dan pimpinanya diserahkan pada Sosrokardono, sekretaris I Sentral
Sarikat Islam. Kongres ke-4 Sarikat Islam ini sangat lesu akibat adanya dua
peristiwa perlawanan nasional dari anggota Sarikat Islam, masing-masing di
Toli-Toli dan di Cimareme Garut pada tahun 1919. Untunglah pada Kongres ini
tamu setia budi (DR. Douwes Dekker) memberikan prasarannya dan dalam prasaran
itu di ingatkan pada kongres :
“Jangan menekankan pertentangan ekonomi antar kelas,
tetapi hendaklah lebih dahulu ditekankan pertentangan antar bangsa, teristimewa
antar bangsa yang dijajah dan bangsa yang menjajah.”
Prasaran Ini merupakan suatu
injeksi yang bermanfaat bagi sarikat islam, tetapi pengaruh golongan semaun
teristimewa pada sarikat sekerja mulai terasa sehingga mengakibatkan perpecahan
menjadi dua macam serikat sekerja yaitu :
1. Vakcentraal,
yang menamakan dirinya Revolusioner Vakcentral yang berkedudukan di semarang
dipimpin oleh semaun dan bergsama
2. Vakcentral,
yang berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh Surjopranoto dan Haji Agus Salim.
Perpecahan tersebut tidak saja pada
Sarikat-Sarikat Sekerja, tetapi juga dirasakan dalam tubuh sentral Sarikat
islam dengan adanya kritik yang sangat pedas dari Semaun dalam Kongres ke-5
Sarikat islam pada tahun 1921. Perpecahan dapat diatasi dengan kebijaksanaan
kongres semacam kompromi dari aliran yang terdapat dalam tubuh Sentral Sarikat
Islam dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Aliran
Nasional-keagamaan yang diwakili
golongan Tjokroaminoto
2. Aliran
ekonomis-dokmatis diwakili oleh golongan Semaun.
Kedua aliran ini dapat di simpulkan
dalam suatu perumusan sebagai berikut :
“Bahwa sarikat islam menentang kapitalisme sebagai
sebab penjajahan”. Tetapi bagaimana pun juga, kedua aliran itu tidak dapat
hidup dalam suatu organisasi karena
tujuannya memang berbeda, sehingga dengan demikian pada akhir tahun 1921 diadakan
Kongres yang Ke-6 dan kongres memutuskan adanya party disiplin. Akibat adanya party disiplin ini, Semaun
Dikeluarkan dari Sarikat Islam karena dia tetap memilih PKI dengan demikian
pula pergerakan politik di Indonesia pecah menjadi dua aliran besar sebagai
berikut:
1. Yang
berdasarkan kebangsaan-keagamaan berpusat di Yogykarta.
2. Yang
berasaskan Komunisme, berpusat di Semarang.
Pada bulam maret 1923 Sarikat islam
mengadakan kongresnya yang ke-7 di Madiun yang mengambil keputusan antara lain tetap
mempertahankan parti disiplin. Akibatnya sebulan kemudian PKI mengadakan
kongresnya di Bandung dengan mengambil keputusan bahwa semua Sarikat Islam Lokal
yang terang merah (berhaluan komunis) diproklamasikan sebagai cababang PKI dan
diberi nama sarikat rakyat.
Setelah PKI dapat dipatahkan
penyusupannya ke dalam tubuh Sarikat islam itu dengan party disiplin, maka
tumbuh satu aliran baru lagi, dengan nama Pan islamisme yang dipimpin oleh Haji
Agus Salim. Tidak saja itu tetapi kemudian timbul lagi pertentangan dalam tubuh
partai Sarikat Islam Indonesia antar golongan Tjokroaminato-Agus Salim dengan
golongan Dr. Sukiman-Surjopranoto.
Pertentangan ini sebenarnya hanya
pada tekanan tujuanya. Bila golongan
Tjokroaminoto-Salim lebih menekankan atas keagamaan, maka golongan
Sukiman-sorjopranoto lebuh menekankan atas kebangsaan. Konflik ini menjadi
sangat hebat dan mengakibatkan Dr Sukiman-surjprnoto dan kawannya dipecat dari
PSII. Dokter sukiman dan kawannya mendirikan partai baru dengan nama Partai
Islam Indonesia, disingkat PARII pada bulan juli 1932. Pertentangan ini
akhirnya oleh kedua belah pihak disadari bahwa hanya melemahkan golongan islam
saja, maka pada tahun 1937 pemecahan Dr Sukirman dicabut dan mereka bersatu
kembali dalam partai Sarikat Islam. Akan tetapi kedua golongan islam ini yang menitikberatkan asasnya masing-masing
rupanya tidak dapat dipertemukan. Lagipula golongan Dr. Sukirman sama sekali
tidak mendapat tempat dalam PSII, sebagaimana diharapkannya. Akibatnya pada
tahun 1933 Dr. Sukiman yang diikuti oleh kawannya ,antara lain Wiwoho, Kasman
Singodimedjo, Farid Makruf, Abd. Kahar Muzakir dan K.H Mansyur keluar dari PSII
dan kembali mendirikan Partai Islam Indonesia (PARII) yang dinyatakan berhaluan
Kooperatif. Kemudian pada tahun 1940 terjadi lagi perpecahan dalam tubuh PSII
yaitu dengan keluarnya Kartosuwirjo pada tahun 1940 dengan kawannya dan
mendirikan partai baru dan tetap memakai nama Partai Sarikat Islam Indonesia
(PSII). Maka terdapat dua PSII, masing-masing sebagai pimpinan gerakan Darul
Islam pada zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Sampai Tentara Jepang mendarat
di Indonesia PSII pecah menjadi tiga. Yakni sebagai berikut :
1. PSII
- Abikusno Tjokroaminoto.
2. PSII
– Kartosuwirjo.
3. Partai
Islam Indonesia dengan singkatan PII atau PARII dibawah pimpinan Dr sukiman.